Bro: Wah udah mau Idul Adha lagi nih bray? Gimana persiapan loe? Hati loe udah siap belum? Masak dari dulu masih nyiapin hati?
Bray: hehe.. Alhamdulillah bro, udah ngerti kalau Ibadah qurban itu harus dengan hewan qurban seperti kambing, sapi, dan unta, dan tidak boleh diganti dengan hati ataupun perasaan …
Bro: Nah… gitu dong bray.. Jadi gimana persiapan loe?
Bray: Masih nabung bro, sembari nyiapin keikhlasan hati sembari nabung buat beli kambing. Doain ya bro..
Makna Ibadah qurban hendaknya dijadikan sebagai budaya masyarakat Indonesia yang tidak hanya terikat oleh waktu atau momen Idul Adha saja. Perlu kita pahami bahwa Kata Idul Adha artinya kembali kepada semangat berqurban. Sedangan makna Idul Fitri artinya kembali kepada fitrah. Jika Idul Fitri berkaitan dengan ibadah Ramadhan, dimana setiap hamba benar-benar disucikan untuk mencapai titik fitrah yang suci, tetapi tidak demikian dengan Idul Adha. Idul Adha lebih kepada kesadaran sejarah akan kehambaan yang pernah dicapai oleh nabi Ibrahimdan nabi Ismail. Oleh karena itu, menyembelih qurban adalah satu satu ibadah yang paling utama.
Ibadah qurban memiliki makna utama berupa kesediaan untuk berqurban sebagaimana telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Contoh tersebut dapat dijadikan inspirasi bagi kita agar saling berbagi dan memberdayakan sesama umat manusia, terutama bagi mereka yang kurang beruntung.
Allah swt menggambarkan kejujuran nabi Ibrahim dalam melaksanakan ibadah qurban dengan dua hal penting yaitu penilaian al istijabah al fauriyah dan Shidqul istislam.
Pertama, Al istijabah al fauriyah adalah kesigapan nabi Ibrahim dalam melaksanakan perintah Allah walaupun harus menyembelih putra kesayangannya. Hal ini terbukti ketika nabi Ibrahim serta merta menemui putranya Ismail setelahmendapatkan perintah untuk menyembelihnya. Saat itu Nabi Ibrahim langsung menawarkan perintah tersebut kepadanya. Ibrahim berkata:
“Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Dan ternyata al istijabah al fauriyah ini nampak juga pada diri Ismail ketika menjawab:
“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” Kedua, Penilaian Shidqul istislam yakni kejujuran dalam melaksanakan perintah.
Allah berfirman: “Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya).”
Apabila kita selami lebih dalam, banyak filosofi dan makna dari ibadah qurban. Setidaknya ada tiga aspek yang menjadi dasar diwajibkan qurban bagi umat muslim yang sudah mampu walau hanya membeli seekor kambing, pertama pendidikan,kedua sosial dan ketiga keimanan.
Aspek pendidikan qurban melatih tak hanya ritual ibadah semata, momen Idul Adha bisa menjadi sarana bagi orang tua mengajarkan makna dibalik sebuah pengurbanan, dengan memahami arti pengurbanan, anak akan menyadari bahwa hidup tak selamanya menawarkan kemudahan. “Ajarkan anak untuk memahami bahwa pengurbanan itu bagian yang penting dari mencapai tujuan. Nggak semuanya senang-senang, nggak semuanya gampang,” ujar Najeela seorang psikolog di Jakarta.
Aspek sosial qurban menanamkan pentingnya berbagi terhadap sesama, akan harta yang dimiliki dengan syariat daging qurban dibagikan bagi fakir miskin karena ujian keimanan seorang muslim diukur dari keihklasannya menyalurkan harta benda yang disayangi atau dicintainya. Selain itu harus menyadari bahwa ada hak orang yang belum beruntung di dalam harta yang kita miliki.
Aspek akidah dalam ibadah qurban menggambarkan totalitas dan loyalitas penuh terhadap Allah swt. Ketaqwaan harus dibudayakan melalui ibadah qurban, sehingga berpengaruh pada kehidupan nyata. Selain itu, dari sudut pandang sosial ekonomi, Idul Adha mengajarkan nilai solidaritas sosial dan semangat berbagi kepada sesama.
Perintah berqurban bagi yang mampu ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang sangat perduli terhadap fakir-miskin dan kaum dhuafa. Melalui disyariatkannya qurban, kaum muslimin di dunia dilatih untuk mempertebal rasa kemanusiaan, melatih ketajaman kepekaan terhadap masalah-masalah sosial, serta mengajarkan sikap saling menyayangi terhadap sesama.
Pelaksanaan ibadah qurban tak hanya semata mata ibadah yang berhubungan dengan Sang Pencipta, tetapi juga memiliki makna sosial. Hanya sedikit dari orang banyak yang sadar. Hanya sedikit dari orang yang sadar itu yang mau berjuang. Dan hanya sedikit dari yang berjuang itu yang mau berqurban.Begitulah realitanya.
Pengorbanan yang hakiki bukan hanya sebatas harta benda, melainkan jiwa, raga, hati dan pikiran yang semata-mata karena Allah. Apa yang dilakuakn Nabi Ibrahim mengajarkan kita bahwa, orang yang beriman, akan memberikan sesuatu yang paling dicintainya kepada Allah swt., karena rasa cinta pada Allah melebihi segalanya.
Makna hakiki Ibadah qurban perlu dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan harmoni dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal itu disebabkan karena ibadah qurban memiliki kandungan nilai sosial kemasyaraatan yang tinggi, sarat akan muatan-muatan sosial yang berperan besar dalam menghapus jurang antara si kaya dengan si miskin.
Si kaya harus senantiasa ingat bahwa titipan rizki dari Allah swt ada sebagian harta yang menjadi hak si miskin yang harus diiinfaqkan. Sedangkan si miskin akan merasakan haknya terpenuhi dan tertolong untuk bisa menyambung hidup. Itulah esensi ajaran Islam yang menyerukan keadilan dalam kehidupan.Apabila seorang sudah memiliki kemampuan namun tidak berqurban, maka nabi mengharamkan orang tersebut untuk shalat di masjid. Ini penegasan dari Nabi Muhammad ﷺ.
Memang sudah seharusnya esensi qurban dijadikan kebudayaan bagi umat islam, agar setiap orang yang memiliki kemampuan finansial menjadi seorang yang bijak, adil dan taat agama. Ibadah qurban itu mengandung berbagai aspek positif bagi seseorang dan selayaknya memang tradisi ini dijadikan kebudayaan yang lebih melekat di tengah umat islam.Wallahua’lam bissowwab.[HA]
Recent Comments